DAN BERAKHIRLAH SEMUA CERITA
Muhri Mohtar
Semakin lama perasaan prihatinnya semakin besar. Hidup, teknologi, pemikiran yang berkembang dengan pesat tak terbendung. Keajaiban bukan lagi menjadi hal mistis yang diperoleh dengan kehidupan yang penuh prihatin, tapa yang lama, dan penyatuan jiwa dan raga dalam hikmad. Keajaiban adalah ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat. Keajaiban sudah dipenuhi oleh teknologi yang maha canggih. Khayalan manusia telah banyak menjadi kenyataan. Terbang tak hanya menjadi keterampilan burung. Manusia telah merangkai teknologi yang memudahkan orang-perorangan untuk terbang. Berenang dan menyelam tidak lagi harus menggendong tabung oksigen yang memberatkan. Bukan hanya cacing, tikus, dan semut yang dapat masuk menembus tanah. Dengan kendaraan yang tidak terlalu besar manusia dapat masuk ke perut bumi melewati setiap lapisan bumi. Emas, berlian, dan benda-benda berharga lainnya sudah tidak memiliki nilai yang memukau.
Setiap orang dapat mencarinya dengan sensor yang dapat mendeteksi semua material yang ada di bumi menembus sampai ribuan kilometer. Semua dapat diporoleh dengan menggunakan teknologi tertentu. Tidak ada ruang hampa udara yang tidak bisa dilintasi dengan oksigen terbatas. Teknologi super canggih telah mampu mendaur ulang oksigen yang telah terpakai.
Setiap orang dapat mencarinya dengan sensor yang dapat mendeteksi semua material yang ada di bumi menembus sampai ribuan kilometer. Semua dapat diporoleh dengan menggunakan teknologi tertentu. Tidak ada ruang hampa udara yang tidak bisa dilintasi dengan oksigen terbatas. Teknologi super canggih telah mampu mendaur ulang oksigen yang telah terpakai.
Mesin telah menjadi sangat otomatis dan sangat dekat dengan manusia. Dirancang dengan kepekaan tinggi dan seminimal mungkin terjadi kesalahan yang membahayakan. Pohon dan flora lain tak lagi dibutuhkan. Tumbuhan hanya seperlunya untuk memenuhi kebutuhan manusia-manusia muda yang masih mengikat diri pada jasad biologis. Selebihnya dapat dipenuhi mesin pengurai yang dalam skala amat besar mengubah karbondioksida menjadi oksigen yang tanpa batas dapat mengganti fungsi tanaman. Polusi disedot dan dibuang ke luar angkasa. Sehingga kerusakan bumi dapat dihindari.
Pesawat antariksa yang dalam ukuran jam menembus ribuan tahun cahaya telah dikembangkan mendekati sempurna, menyamai Buraq kendaraan surgawi tunggangan para nabi yang menjadi mitos tentang kendaraan tercepat di dunia. Selain itu, manusia tidak perlu lagi bergantung kepada tubuh biologis. Mesin telah mengganti hampir seluruh tubuh itu. Mati bukan masalah karena memori akan ditransfer ke dalam chip yang menjadi otak dari robot manusia. Hidup pun berlanjut dengan tanpa wadag manusia. Makan hanya menjadi insting untuk berkuasa, bukan bentuk fisik berupa biji-bijian, buah, sayuran, atau bentuk makanan lain. Karena tidak berwadag manusia tidak perlu gizi bukan?
Hewan berbagai macam, dan tumbuhan yang berupa-rupa juga hanya seperti museum biologis yang hanya mengingatkan pada sejarah kejahiliahan, sebelum manusia mengenal teknologi yang maha canggih. Dengan semua teknologi yang ada, tidak ada hewan yang punah karena dari fosil mereka dapat diproduksi hewan-hewan prasejarah sekali pun. Rasa adalah kelemahan, hanya milik manusia lemah. Tuhan? Apa itu Tuhan? Manusia telah lama melupakannya. Mereka sudah tidak butuh Tuhan karena mereka telah mampu memenuhi keinginan dengan teknologi yang maha dahsyat. Manusia telah dapat membuat manusia. Jika Tuhan benar-benar ada, maka Tuhan tidak lain adalah mereka sendiri, yaitu yang paling kuat dan paling berkuasa di antara mereka.
Hanya satu orang dari berberapa yang masih bertahan. Hanya tinggal satu orang yang prihatin dan sadar. Seorang gila yang tetap mempertahankan kewarasannya. Bukankah orang paling waras adalah orang paling gila di antara orang-orang gila? Orang itu adalah Samad, tepatnya Samad si kakek gila. Ia senang bermimpi. Melamun dan menceritakan lamunannya seperti wahyu. Akan tetapi, tak ada yang mau mendengar tuturannya. Orang menganggapnya stress. Ia tidak peduli. Ia tetap semangat dan semakin semangat seperti acuh dan semakin acuhnya yang mau mendengar. Mereka menganggap kakek Samad gila dan semakin gila saja. Singkatnya, Samad bukan pribadi yang menarik, bahkan menjadi pribadi yang dibenci. Tidak ada yang menarik dari dirinya.
Namun, tidak bisa dipungkiri alam memberikan keunikan pada setiap individu. Dan tidak pula bisa dipungkiri bahwa ada yang menarik dari si tukang kebun di kebun binatang itu. Di memori otaknya ada lagu-lagu yang konon katanya pernah dinyanyikan utusan Tuhan dengan merdu. Lagu-lagu itu berisi keindahan, janji-janji, ketakutan, penghambaan, dongeng-dongeng, dan hukum-hukum Tuhan. Lagu yang terlalu sayang untuk dilupakan olehnya. Lagu yang terlalu tua untuk mereka yang merasa menjadi bentuk mutakhir peradaban. Lagu yang sudah ketinggalan jaman dan membosankan. Lagu yang tidak membawa gengsi dan tidak membawa kemerduan untuk mereka. Lagu yang kemerduannya sudah aus dikikis waktu. Keunikan lagu itu hanya terbatas pada nilai bahwa yang diingat Samad adalah satu-satunya. Tidak ada orang lain yang mengetahui. Akan tetapi, nilai jualnya tidak ada. Lagu-lagu itu hanya berisi aturan-aturan yang membatasi, janji-janji yang terlalu naif, penghambaan yang melemahkan, dan dongeng-dongeng yang tidak dapat mengantar tidur.
Karena lagu-lagunya itu kakek Samad diberi julukan penyanyi Tuhan. Tapi bagi mereka kata Tuhan adalah kata yang memalukan. Kata yang membuat mereka merasa lemah dan menjijikkan. Apapun kata mereka Kakek Samad tidak peduli. Ia tetap menyanyikan lagu itu dengan suaranya yang sama sekali tidak merdu, menambah kejengkelan kegeraman di hati mereka. Mereka terlalu benci dan jengkel untuk dapat memberi toleransi pada lagu itu. Tapi, apapun kata mereka Kakek Samad tetap menyanyikannya di mana-mana karena takut lupa digerus otaknya yang semakin tumpul karena usia. Ia nyanyikan lagu itu di depan tukang sayur. Tukang sayur melemparnya dengan sayur busuk. Ia menyanyikannya di depan tukang telur, tukang telur melemparnya dengan telur busuk. Ia menyanyikannya di depan orang banyak, orang banyak memakinya dengan kata-kata busuk. Hanya tukang copet yang tak bisa melemparinya. Ia hanya berpaling benci. Kakek Samad tidak peduli. Ia terus berjuang menyanyikan lagu itu meski lagu itu sudah tidak merdu. Kemerduan itu memang hanya dirasakan oleh si kakek seorang. Kemerduan itu terlalu halus untuk didengarkan di antara bising kehidupan yang selalu kejar-mengejar. Ia terus bertahan dan mencoba untuk bertahan.
Namun, sekuat-kuatnya ia bertahan, kerentaan itu tetap berjalan dan meninggalkan semua ingatannya menjadi seperti lukisan kapur terlanda hujan. Sedikit-demi sedikit lagu-lagu itu mulai menghilang terhapus, tertukar urutan, terputus ditengah, dan menjadi kacau. Tak bisa ditahan lagi kakek tua itu menyerah. Ia tahu tidak akan ada yang setuju untuk menjadikannya robot dan menyalin lagu-lagu itu dari memorinya. Meskipun ada, semua sudah terlambat. Ia telah melupakan dan menghancurkan hafalannya tanpa disengaja.
“Tuhan, akhirnya hamba harus menyerah.” Ia jatuh bersimpuh. Wajahnya menengadah. Hatinya robek. Ia harus menyerah kalah, kalah melawan dirinya sendiri, kalah melawan ketuaan yang niscaya. “Hamba sudah tidak sanggup lagi. Lagu yang telah hamba ibaratkan domba-domba yang hamba rawat sepenuh hati telah hilang kemudian musnah. Lalu apa artinya penggembala yang kehilangan semua domba-dombanya. Ia bukan gembala lagi.” Air matanya mengalir bening dari kelopak matanya yang keriput. Ia jatuh bersujud. “Tuhan, tak ada lagi yang bisa hamba-Mu lakukan di dunia ini. Jemputlah hamba sekarang. Jangan jadikan hamba bagian dari mereka. Hamba sudah sangat merindukan-Mu. Lama sekali.” Ia memejamkan mata. Tenang. Nafasnya tertarik perlahan kemudian terhembus perlahan. Makin perlahan. Makin, makin perlahan. Kemudian tertahan dan putus.
Seorang lelaki tersenyum melihat tubuh yang tersenyum itu. Lelaki itu buta mata kirinya. Ia tetap tampan denga wajahnya yang tak pernah tua. Hidungnya mancung seakan dapat menghirup semua bau. Bibirnya tipis menyunggingkan senyum yang sinis. Dari matanya terpancar semua bianglala.
Senyum laki-laki itu melebar. Melebar. Melebar. Akhirnya, senyum itu menggelegar menjadi tawa yang menyeramkan. Dengan dada membusung ia berkata, “Ha! Akhirnya tugasku selesai.” Kemudian dengan congkaknya ia berteriak, “Wahai manusia, sekarang akulah rajamu. Sembahlah diriku. Akulah kemegahan, akulah keindahan, akulah pangkat dan kedudukan, dan akulah segala kenikmatan. ” Suaranya menggelegar menggema diseluruh penjuru dunia. Memecah fajar. lahirlah pagi yang baru. Matahari telah terbit dari barat. Manusia bersorak gembira. Riuh rendah. Riuh. Dan tiba-tiba diam. Sebuah bunyi terompet terkhir mencekat suara mereka hanya sampai tenggorokan dan tidak keluar selama-lamanya. DAN BERAKHIRLAH SEMUA CERITA
Comments
Post a Comment