Skip to main content

PROBLEMATIKA MORFOLOGIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam morfologi, ada beberapa problema yang dihadapi, seperti halnya dibawah ini :

  1. Problematika Akibat Unsur Serapan
  2. Problematika Akibat Kontaminasi
  3. Problematika Akibat Analogi
  4. Problema Akibat Perlakuan Kluster
  5. Problema Akibat Proses Morfologis Unsur Serapan
  6. Problema Akibat Perlakuan Bentuk Majemuk
  7. Peristiwa Morfofonemik
  8. Problem Proses Reduplikasi
  9. Problema Proses Abreviasi
  10. Problema Fungsi Dramatis dan Fungsi Semantis

1.2 Identifikasi

  1. Jelaskan pengertian dari masing – masing problematika yang telah tersebutkan diatas ?
  2. Jelaskan contoh – contoh yang telah ada tersebut ?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Problematika Akibat Kontaminasi

Kontaminasi merupakan gejala bahasa yang menga-caukan konstruksi kebahasaan.

Kontaminasi dalam konstruksi kata, misalnya :

  1. Diperlebarkan, merupakan hasil pemaduan konstruksi diperlebar dan dilebarkan yang masing masing berarti 'dibuat jadi lebih besar lagi' dan 'dibuat jadi lebar'. Oleh sebab itu, konstruksi diperlebarkan memiliki arti yang rancu.
  2. Konstruksi kata mengenyampingkan juga dianggap sebagai konstruksi yang rancu sebab merupakan hasil pemaduan konstruksi mengesampingkan dan menyampingkan. Yang dikacaukan bukan artinya, tetapi morfofonemisnya, yaitu meluluhkan bunyi [s] pada ke samping pada bentuk dasar ke samping. Peluluhan seperti itu salah sebab bunyi [s] bukan bunyi awal bentuk dasar. Bunyi awal bentuk dasar ke samping adalah [k]. Oleh sebab itu, bunyi [k] lah yang diluluhkan apabila bergabung dengan morfem {meN-kan}, jadi, yang benar adalah mengesampingkan.
  3. Konstruksi kata dipelajarkan merupakan hasil pencampuran konstruksi dipelajari dan diajarkan, yang masing masing mempunyai arti tersendiri. Dengan pencampuran itu artinya menjadi kabur. Oleh sebab itu, bentuk itu dikatakan sebagai bentuk yang rancu.

2.2 Problematika Akibat Unsur Serapan

Adanya unsur bahasa asing yang terserap ke dalam bahasa Indonesia juga membuat problema tersendiri.

Kita tahu bahwa kata data dan datum, fakta dan faktum, alumni dan alumnus berasal dari bahasa Latin, yang masing - masing pasangan kata itu berarti 'jamak' dan 'tunggal'. Ternyata, dari pasangan itu yang terserap ke dalam bahasa Indonesia hanyalah bentuk jamaknya, yaitu data, fakta, dan alumni, sedangkan bentuk tunggalnya, yaitu datum, faktum, dan alumnus, tidak terserap ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam unsur asing yang terserap ke dalam bahasa Indonesia dianggap sebagai satu kesatuan bentuk dan dengan sendirinya berarti tunggal. Akibatnya, walaupun yang diserap bentuk jamaknya, ia langsung dianggap sebagai satu kesatuan bentuk dan berarti tunggal. Oleh karena itu, bentuk data, fakta, dan alumni dianggap sebagai bentuk tunggal. Dengan demikian, konstruksi data - data, fakta - fakta, dan para alumni, banyak data, dan banyak fakta dianggap benar, sedangkan konstruksi datum - datum, faktum - faktum, dan para alumnus dianggap salah. Sehubungan dengan itu, konstruksi para hadirin, hadirin sekalian, para ulama, para arwah (pahlawan) dianggap benar walaupun dalam bahasa asingnya (bahasa Arab) bentuk hadirin, ulama, arwah berarti 'jamak'.

2.3 Problematika Akibat Analogi

Sebagai istilah bahasa, analogi adalah bentukan bahasa dengan menurut contoh yang sudah ada. Gejala analogi ini sangat penting dalam pemakaian bahasa sebab pada dasarnya pemakaian bahasa dalam penyusunan kalimat, frase, dan kata beranalogi pada contoh yang telah ada atau yang telah diketahuinya.

Contoh :

Adanya bentuk ketidak-adilan ketidakberesan, ketidakbaikan, dan seterusnya.

Adanya bentuk dikesampingkan dikekanankan, dikesanakan, dikesinikan, dan seterusnya.

Adanya bentuk pemersatu 'yang mempersatukan', kita dapat membentuk konstruksi pemerhati ('yang memperhatikan'); dan, dengan adanya pasangan bentuk penyuruh dan pesuruh (yang masing - masing berarti 'orang yang menyuruh' dan 'orang yang disuruh'), kita dapat membentuk pasangan konstruksi penatar dan pentatar, pendaftar dan pedaftar.

2.4 Problema Akibat Perlakuan Kluster

Kluster atau konsonan rangkap mengundang problema tersendiri dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan bahwa kata bahasa Indonesia asli tidak mengenal kluster. Kata yang berkluster (yang dipakai dalam bahasa Indonesia) itu berasal dari unsur serapan, misalnya program, proklamasi, prakarsa, traktir, transfer, transkripsi, sponsor, standar, skala, klasifikasi, kritik, kronologi.

Contoh :

  • Pemrograman, kelemahan penggunaan kata tersebut :

a) bentuk serapan di atas berbeda sifatnya dengan bentuk dasar bahasa Indonesia asli, yaitu konsonan rangkap dan tidak (walaupun keduanya berawal dengan k, p, t, s);

b) apabila diluluhkan, kemungkinan besar akan menyulitkan penelusuran kembali bentuk aslinya;

c) ada beberapa bentuk yang dapat menimbulkan kesalahpahaman arti.

2.5 Problema Akibat Proses Morfologis Unsur Serapan

Masalah ini ada kesamaan dengan masalah sebelumnya, yaitu berkenaan dengan perlakuan unsur asing. Hanya saja, yang menjadi tekanan di sini adalah proses morfologisnya.

Pada dasarnya, bentuk serapan dapat dikelompokkan menjadi dua:

  1. Bentuk serapan yang sudah lama menjadi keluarga bahasa Indonesia sehingga sudah tidak terasa lagi keasingannya.
  2. Bentuk serapan yang masih baru sehingga masih terasa keasingannya.

Bentuk serapan kelompok pertama dapat diperlakukan secara penuh mengikuti sistem bahasa Indonesia, termasuk proses morfologisnya, sedangkan kelompok kedua belum dapat di-perlakukan secara penuh mengikuti sistem bahasa Indonesia. Berdasarkan rambu rambu ini, kiranya kita dapat menyikapi apakah bentuk terjemah sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia atau belum. Kalau sudah lama, berarti bentuk serapan itu patut diperlakukan secara penuh mengikuti sistem bahasa Indonesia. Dengan demikian, apabila bentuk terjemah digabung dengan {meN kan} akan menjadi menerjemahkan sebab, berdasarkan sistem bahasa Indonesia, fon [p] yang mengawali bentuk dasar akan luluh apabila bergabung dengan afiks {meN (kan/i)} dan {peN (an)}.

Contoh :

  • Ø Mengkalkulasikan kata dasar kalkulasi di afiksasikan dengan prefiks Men- dan sufiks -kan.

2.6 Problema Akibat Perlakuan Bentuk Majemuk

Problema ini terlihat pada persaingan pemakaian bentuk pertanggungjawaban dan pertanggungan jawab, kewarganegaraan dan kewargaan negara, menyebarluaskan dan menyebarkan luas. Dari contoh itu terihat dua perlakuan bentuk majemuk, yaitu bentuk majemuk yang unsur - unsurnya dianggap sebagai satu kesatuan, dan bentuk majemuk yang unsur - unsurnya dianggap renggang. Pendapat pertama menganggap unsur - unsur bentuk tanggung jawab, warga negara, dan sebar luas padu sehingga tidak mungkin disisipi bentuk lain di antaranya. Apabila ditempeli awalan atau akhiran, misalnya, itu harus diletakkan di awal unsur pertama dan atau di akhir unsur kedua. Sebaliknya, pendapat kedua menganggap unsur - unsur bentuk tanggung jawab, warga negara, dan sebar luas renggang sehingga memungkinkan disisipi bentuk lain di antaranya. Oleh sebab itu, ketiga bentuk itu dapat dibentuk menjadi konstruksi pertanggungan jawab, kewargaan negara, dan menyebarkan luas.

Kita tahu bahwa suatu bentuk dikatakan bentuk majemuk apabila unsur - unsurnya pekat dan padu. Sebaliknya, apabila unsur - unsurnya longgar tidak lagi dikatakan sebagai bentuk majemuk, tetapi frase. Dengan demikian, pendapat pertamalah yang tepat, yaitu pendapat yang memperlakukan unsur - unsur bentuk majemuk sebagai satu kesatuan.

2.7 Peristiwa Morfofonemik

Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Kridalaksana, 2007).

Proses morfofonemik tersebut ialah proses perubahan fonem, proses penghilangan fonem, dan proses penambahan fonem.

  1. Proses perubahan fonem, contoh :

meN- +paksa Memaksa

Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawalan /p/, /b/, /f/, /v/.

meN- +dapat Mendapat

Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /t/, /d/, dan /s/. Fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.

meN- +sapu Menyapu

Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /ny/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s/, /sy/, /c/, dan /j/.

meN- +kutip Mengutip

Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /k/, /g/, /x/, /h/, dan fonem vokal.

  1. Proses penghilangan fonem, contoh :

meN-+nikah menikah

Bergabungnya morfem {meN-} dengan bentuk dasarnya, dapat terjadi penghilangan fonem. Apabila bertemu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l/, /r/, /m/, /n/, dan /w/, terjadi penghilangan fonem /N/ pada morfem {meN-} tersebut.
meN-i+nikah menikahi

Bergabungnya morfem afiks {meN-i} dan {meN-kan} apabila bertemu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l/, /r/, /m/, /n/, dan /w/, juga terjadi penghilangan fonem /N/ pada morfem {meN-i} dan {meN-kan} tersebut.

  1. Proses penambahan fonem, contoh :

meN- + bom mengebom

Proses penambahan fonem antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan morfem {meN-} dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Fonem tambahannya ialah /ə/. Sehingga {meN-} berubah menjadi {menge-}.

peN- + bom pengebom

Proses penambahan fonem /ə/ terjadi juga sebagai akibat pertemuan morfem {peN-} dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku sehingga morfem {peN-} berubah menjadi {penge-}.

2.8 Problem Proses Reduplikasi

Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soedjito,1995:109)

Contoh :

Mondar – mandir merupakan kata ulang semu yang sebenarnya bukanlah bentuk dari proses pengulangan, karena bentuk itu sendiri sudah merupakan bentuk dasarnya.

Mobil mobil – mobil mobil – mobilan

Mobil merupakan kata dasar, mobil – mobil merupakan pengulangan dari mobil, lalu mobil – mobilan merupakan pengulangan yang diikuti oleh sufiks –an. Ini merupakan kata ulang berimbuhan.

Gerak – gerik Di samping bolak-balik terdapat kata kebalikan, sebaliknya, dibalik, dan membalik. Dari perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa kata bolak-balik terbentuk dari bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan bunyi dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/. Ini merupakan kata ulang berubah bunyi.

2.9 Problema Proses Abreviasi

Abreviasi merupakan proses penanggalan satu atau beberapa bagian kata atau kombinasi kata sehingga jadilah bentuk baru. Kata lain abreviasi ialah pemendekan.

Dalam abreviasi banyak macamnya yaitu, singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf.

Contoh :

FIK (Fakultas Ilmu Keperawatan), contoh ini merupakan bagian dari contoh singkatan, dalam bahasa Indonesia singkatan tetap dipergunakan untuk memberikan kekhasan pada sesuatu hal atau benda. Namun, terkadang singkatan yang digunakan kurang tepat dan kurang dapat dipahami oleh orang banyak, dan hanya dipahami oleh sebagian orang saja.

Prof. (Profesor), merupakan contoh dari bagian penggalan, proses pemendekan yang dihilangkan salah satu bagian dari kata.

g ( gram ), merupakan contoh dari bagian lambang huruf, proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur.

Pada pemendekan / abreviasi banyak digunakan dalam penulisan – penulisan bahasa Indonesia, karena memang banyak memberikan kemudahan dalam penulisan dalam kalimat atau apapun bentuknya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

TEORI STRUKTURALISME GENETIK

Oleh : Ferliana Ishadi Penganalisisan Puisi Menggunakan Teori Strukturalisme Genetik (Tahap Pembelajaran) KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan pembuatan tugas mata kuliah Teori Sastra yang merupakan salah satu mata kuliah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Makalah ini disusun berdasarkan kemampuan penyusun untuk menyelesaikan penugasan ini, sesuai dengan literatur – literatur yang saya peroleh untuk “Analisis Antologi Puisi Lumpur” karya Ratih Sanggarwaty. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing mahasiswan – mahasiswanya, sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Demikian makalah ini disusun, mudah-mudahan bermanfaat untuk seluruh mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dan selaku penyusun dari makalah ini senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan-rekan mahasiswa

RADEN SAGARA (ASAL USUL PULAU MADURA)

Pada jaman dahulu, Madura merupakan pulau yang terpecah belah. Yang tampak pada waktu itu adalah gunung Pajuddan dan gunung Gegger di daerah Bangkalan, tempat kelahiran Raden Sagarah. Pada saat itu pula di tanah jawa tepatnya di daerah muara sungai Brantas di Jawa Timur ada sebuah kerajaan bernama “MEDANG KEMULAN”. Kerajaan Medang  Kemulan sangat aman, tentram, dan damai. Semua warganya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Ca’ epon reng Madura “ lakona lakone kennengga kennengge”, demikian prinsip mereka. Rajanya bernama “Sang Hyang Tunggal” adalah seorang raja yang