Skip to main content

NEOKLASIK



Neoklasik adalah salah satu periode kesusastraan yang tidak atau belum pernah dikenal di Indonesia. Istilah ini muncul di Inggris dalam rentang kira-kira 140 tahun setelah era Restorasi (1660). Di Amerika, istilah ini juga jarang ditemukan. 
Ciri-ciri aliran Neoklasik sebagai berikut.
1.     Penulis Neoklasik sering memunculkan sebuah tradisionalisme yang kuat, sering ditunjukkan dengan ketidakpercayaan pada inovasi radikal selain pula ditunjukkan dengan penghormatan yang sangat besar kepada penulis-penulis klasik – penulis Yunani dan Romawi kuno – yang dianggap telah memperoleh pencapaian yang luar biasa dan menciptakan model sepanjang masal dalam semua genre sastra.
2.     Karya sastra dipahami teristimewa sebagai “seni”. Maksudnya seperangkat keterampilan yang meskipun memerlukan bakat tetapi juga harus disempurnakan dengan belajar dan berlatih dalam waktu lama dan terdiri atas adaptasi secara sengaja terhadap sarana yang sudah mafhum dan teruji menuju pencapaian yang sudah diramaplkan tentang pembaca.
3.     Manusia menjadi masalah pokok (subject matter) dalam bentuk-bentuk sastra.
4.     Masalah manusia dan daya tarik seni ditempatkan pada apa yang dimiliki manusia – karakteristik yang terepresentasi dan pengalaman, pemikiran, perasaan, dan rasa yang disharing secara luas.
5.     Manusia dianggap memiliki keterbatasan dan hanya menempatkan diri pada tujuan atau cita-cita yang mungkin dicapai.

Daftar Pustaka
Abrams, M.H. & Geoffrey Galt Harpham. 2009. A Glossary of Literary Terms, Ninth Edition. Boston: Wadsworth Cengage Learning

Comments

Popular posts from this blog

PROBLEMATIKA MORFOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam morfologi, ada beberapa problema yang dihadapi, seperti halnya dibawah ini : Problematika Akibat Unsur Serapan Problematika Akibat Kontaminasi Problematika Akibat Analogi Problema Akibat Perlakuan Kluster Problema Akibat Proses Morfologis Unsur Serapan Problema Akibat Perlakuan Bentuk Majemuk Peristiwa Morfofonemik Problem Proses Reduplikasi Problema Proses Abreviasi Problema Fungsi Dramatis dan Fungsi Semantis 1.2 Identifikasi Jelaskan pengertian dari masing – masing problematika yang telah tersebutkan diatas ? Jelaskan contoh – contoh yang telah ada tersebut ? BAB II PEMBAHASAN 2.1 Problematika Akibat Kontaminasi Kontaminasi merupakan gejala bahasa yang menga-caukan konstruksi kebahasaan. Kontaminasi dalam konstruksi kata, misalnya : Diperlebarkan , merupakan hasil pemaduan konstruksi diperlebar dan dilebarkan yang masing masing berarti 'dibuat jadi lebih besar lagi' dan 'dibuat jadi lebar'. Oleh sebab itu, konstruks

TEORI STRUKTURALISME GENETIK

Oleh : Ferliana Ishadi Penganalisisan Puisi Menggunakan Teori Strukturalisme Genetik (Tahap Pembelajaran) KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan pembuatan tugas mata kuliah Teori Sastra yang merupakan salah satu mata kuliah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Makalah ini disusun berdasarkan kemampuan penyusun untuk menyelesaikan penugasan ini, sesuai dengan literatur – literatur yang saya peroleh untuk “Analisis Antologi Puisi Lumpur” karya Ratih Sanggarwaty. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing mahasiswan – mahasiswanya, sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Demikian makalah ini disusun, mudah-mudahan bermanfaat untuk seluruh mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dan selaku penyusun dari makalah ini senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan-rekan mahasiswa

RADEN SAGARA (ASAL USUL PULAU MADURA)

Pada jaman dahulu, Madura merupakan pulau yang terpecah belah. Yang tampak pada waktu itu adalah gunung Pajuddan dan gunung Gegger di daerah Bangkalan, tempat kelahiran Raden Sagarah. Pada saat itu pula di tanah jawa tepatnya di daerah muara sungai Brantas di Jawa Timur ada sebuah kerajaan bernama “MEDANG KEMULAN”. Kerajaan Medang  Kemulan sangat aman, tentram, dan damai. Semua warganya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Ca’ epon reng Madura “ lakona lakone kennengga kennengge”, demikian prinsip mereka. Rajanya bernama “Sang Hyang Tunggal” adalah seorang raja yang