A. Latar atau Setting?
Sebenarnya pertanyaan di atas
sangat mudah jawabannya. Akan tetapi, mengingat seringnya kesalahan penyebutan
dilakukan, pertanyaan tersebut perlu ditanyakan kembali. Pilihan jawaban
bergantung kepada masing-masing pengguna bahasa. Namun, tidak ada salahnya saya
berpendapat.
Istilah setting setelah dilihat di Kamus
Besar Bahasa Indonesia dan Kamus
Bahasa Indonesia belum diserap menjadi bahasa Indonesia. Kata yang sering
digunakan untuk ini adalah latar. Dengan pertimbangan tersebut latar memang
lebih pantas dijadikan istilah. Pertama, ia merupakan istilah asli Indonesia.
Kedua, kata ini lebih mudah dipahami karena sangat dominan digunakan sebagai
istilah seni: cerpen, novel, drama, seni pertunjukan, dsb. Setting dalam
bahasa Inggris digunakan sebagai istilah yang tidak murni untuk seni. Ketiga,
jika dalam istilah saja kita sudah mendompleng bahasa asing, bagaimana dengan
isinya?
B. Definisi Latar
Dalam KBI (2003: 887) latar adalah tempat dan waktu terjadi peristiwa
dalam cerita. KBBI (1999: 569) member
definisi yang agak berbeda. Latar diberi definisi keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya
sastra. Dari dua definisi tersebut, sekilas definisi kedua lebih lengkap dan
lebih baik. Perbedaan keduanya terletak pada adanya suasana selain tempat dan
waktu. Untuk membahas lebih mendalam, definisi kamus saja kurang memadai untuk
dijadikan dasar.
Abrams (1971: 157) menyatakan bahwa latar dari karya naratif atau drama adalah tempat secara umum dan waktu
historis tindakan terjadi. Kenney (1966: 38) menjelaskan bahwa latar adalah
elemen fiksi yang menunjukkan di mana dan kapan terjadi peristiwa. Dengan kata
lain, istilah latar mengacu pada titik waktu dan ruang dari peristiwa-peristiwa
dalam plot terjadi. Sitti Nurbaya
karya Marah Rusli, misalnya, berlatar tempat Padang dan Jakarta pada masa
sebelum kemerdekaan.
C. Jenis-Jenis
Latar
Sesuai
dengan perkembangan sastra dan keilmuan teori sastra juga berkembang dan
menghadirkan teori yang beragam. Dalam membagi latar para ahli pun memiliki
pendapat yang beragam. Perbedaan tersebut didasarkan pada paradigma yang
digunakan oleh para ahli tersebut.
Kenney
(1966: 38) membagi latar menjadi dua bagian besar, yaitu latar netral dan latar
spiritual. Latar netral adalah latar yang tidak terlalu diperhatikan oleh
pengarang. Latar dalam bentuk ini hanya sebagai tempat dan waktu kejadian saja,
tidak lebih tidak kurang. Latar spiritual adalah latar yang tidak hanya bersifat
fisik tetapi juga menghadirkan nilai-nilai tertentu. Latar pedesaan, misalnya,
tidak hanya menghadirkan latar fisik seperti jalan tanah, rumput, pohon-pohon,
dsb. tetapi juga menghadirkan nilai kesederhanaan, keramahan, ketaatan pada
agama dan sebagainya.
D. Elemen-Elemen
Latar
Latar
terbentuk dari beberapa hal, yaitu: (1) lokasi geografis yang aktual termasuk
topografi, pemandangan, bahkan rincian interior ruangan, (2) jabatan dan mode
keseharian karakter atau tokoh, (3) waktu terjadinya peristiwa, misalnya tahun,
musim, dsb., (4) lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional
tokoh atau karakter.
E. Fungsi Latar
Latar dalam karya sastra memiliki berbagai fungsi.
Berikut, antara lain, fungsi-fungsi latar dalam sebuah karya sastra.
1.
Latar sebagai Metafora
Jika latar spiritual adalah unsur latar yang secara
spiritual memberi efek nilai pada karya, fungsi latar ini adalah fungsi
eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit) berpengaruh pada cerita.
Sebagai metafora, latar menghadirkan suasana yang secara tidak langsung
menggambarkan nasib tokoh.
Pohon-pohon kelapa itu tumbuh di
tanah lereng di antara pepohonan lain yang rapat dan rimbun. Kemiringan lereng
membuat pemandangan seberang lembah itu seperti lukisan alam gaya klasik Bali
yang terpapar di dinding langit. Selain pohon kelapa yang memberi kesan lembut,
batang sengon yang lurus dan langsing menjadi garis-garis tegak berwarna putih
dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun mudanya yang mulai mekar; kuning
dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang berwarna coklat kemerahan, ada bunga
bungur yang ungu berdekatan
dengan pohon dadap dengan kembangnya yang benar-benar merah. Dan batang-batang jambe rowe,
sejenis pinang dengan buahnya yang bulat dan lebih besar, memberi kesan purba pada lukisan yang
terpajang di sana.
Dalam sapuan hujan panorama di
seberang lembah itu terlihat agak samar. Namun cuaca pada musim pancaroba sering kali mendadak
berubah. Lihatlah, sementara
hujan tetap turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan tersibak dan sinar matahari langsung
menerpa dari barat.
Pohon-pohon kelapa digambarkan
dengan indah dalam sebuah ekosistem yang padu. Namun kemudian digambarkan dalam
suasana yang mengerikan dengan keadaan yang tidak menentu. Sekilas latar ini
hanya latar netral yang tidak melambangkan apa-apa. Kemudian diketahui bahwa
tokoh utama Lasi yang hidupnya bahagia dalam kesederhanaan mulai masuk dalam
ketidakpastian setelah kecelakaan yang menimpa Darsa.
2.
Latar sebagai Atmosfer atau Suasana
Fungsi
latar sebagai atmosfer lebih mudah dibicarakan daripada didefinisikan. Ia
semacam aura rasa atau emosi yang ditimbulkan utamanya oleh latar dan membantu
terciptanya ekspektasi pembaca.
3.
Latar Tempat sebagai Elemen Dominan
Elemen
tempat dalam latar berperan penting dalam beberapa karya fiksi. Yang paling
dominan pada fiksi yang mengangkat warna lokal atau yang disebut regionalis.
Dalam latar ini tempat menjadi unsur netral atau spiritual dalam sebuah tempat
tertentu. Termasuk dalam fiksi jenis ini adalah Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata yang berbicara tentang Belitong pada zaman Orde Baru.
4.
Latar Waktu sebagai Elemen Dominan
Dalam fiksi ada yang
menggunakan elemen waktu sebagai unsur yang dominan. Fungsi latar ini terjadi
terutama pada fiksi yang berlatar sejarah. Tidak hanya waktu yang menjadi unsur
utama yang terlibat. Ada unsur-unsur nilai dalam waktu, misalnya unsur nilai
dalam masa kemerdekaan, masa Orde Baru, dsb.
Daftar Pustaka
Abrams, M.H. 1971. A Glossary of
Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka
Kenney, William. 1966. How to Analyze
Fiction. New York: Monarch Press
Rusli, Marah. 2008. Sitti Nurbaya
(Kasih Tak Sampai). Jakarta: Balai Pustaka
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus
Bahasa Indonesia: Jakarta: Pusat Bahasa
Sangat membantu, terima kasih.. ^_^
ReplyDeleteAssalamualaikum Mas, boleh saya pinjem buku William Kenney nya?
ReplyDeletesebenarnya boleh. tapi bagaimana caranya?
ReplyDeleteterimakasih!
ReplyDeletebentuk ebook ada mz?
ReplyDelete