Pada
jaman dahulu, Madura merupakan pulau yang terpecah belah. Yang tampak pada
waktu itu adalah gunung Pajuddan dan gunung Gegger di daerah Bangkalan, tempat
kelahiran Raden Sagarah.
Pada
saat itu pula di tanah jawa tepatnya di daerah muara sungai Brantas di Jawa
Timur ada sebuah kerajaan bernama “MEDANG KEMULAN”. Kerajaan Medang Kemulan sangat aman, tentram, dan damai.
Semua warganya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Ca’ epon reng Madura “
lakona lakone kennengga kennengge”, demikian prinsip mereka. Rajanya
bernama “Sang Hyang Tunggal” adalah seorang raja yang
arif dan bijaksana. Sang raja dikaruniai seorang putri yang cantik jelita bernama “Bendoro Gung” (Potre Koneng), sang putri sangat ramah dan sopan santun pada siapa pun.
arif dan bijaksana. Sang raja dikaruniai seorang putri yang cantik jelita bernama “Bendoro Gung” (Potre Koneng), sang putri sangat ramah dan sopan santun pada siapa pun.
Pada
suatu malam dalam tidurnya, sang putri bermimpi, bertemu dengan seorang pemuda
yang gagah perkasa yang bernama Abiyasa.
Karena ketampananya, sang putri terpesona dan jatuh cinta padanya. Ternyata
cinta sang putri tidak bertepuk sebelah tangan, karena sang pemuda juga
menyukai sang putri. Di dalam mimpinya, kedua insan memadu kasih dengan mesra.
Tidak diduga dan sulit dipercaya, karena peristiwa dalam mimpi tersebut, putri
Bendoro Gung benar-benar hamil. Sejak saat itulah sang putri mengasingkan diri.
Perubahan
yang dialami sang putri ternyata tidak luput dari perhatian sang prabu. Maka
dipanggilah seorang dayang yang biasa melayani sang putri untuk memanggil putri
Bendoro Gung agar menghadap padanya. Ketika sang putri menghadap betapa
terkejutnya sang prabu melihat perubahan putri kesayangannya. Sang prabu lalu
menanyakan apa yang terjadi pada anak kesayangannya. “Anakku, apa yang terjadi padamu? Wahai anakku?” mendengar tutur
kata ayahnya menangislah putri Bendoro Gung sambil menceritakan peristiwa aneh
yang dialaminya, mulai peristiwa dalam mimpinya sampai kehamilannya.
Mendengar
pengakuan putri kesayangannya, maka meledaklah amarah sang prabu. Dengan nada
sangat marah dia berkata “Hai Bendoro
Gung, kalau orang masih waras tidak akan percaya terhadap ceritamu ini! kalau
kau benar-benar hamil itu adalah aib
yang sangat besar bagi kerajaan Medang Kemulan”.
Selanjutnya
sang prabu memanggil patih Pranggulang. Beliau menceritakan segal kejadian yang
menimpa keluarga kerajaan dan memerintahkan patih Pranggulang untuk
menyingkirkan putri Bendoro Gung. Selanjutnya, patih Pranggulang membawa putri
Bendoro Gung ke hutan belantara.
Patih
Pranggulang menghunus pedangnya dan mengayunkan ke leher sang putri. Ketika
ujung pedang hampir mengenai leher sang putri, terjadilah keajaiban. Pedang
tersebut jatuh ke tanah, demikian sampai berulang tiga kali. Patih Pranggulang
tidak melanjutkan untuk membunuh sang putri, tetapi dia memilih tidak kembali
ke kerajaan dan membawa sang putri jauh ke utara. Untuk menghilangkan
kecurigaan orang, patih Pranggulang merubah namanya menjadi Kyai Poleng (poleng
artinya kain tenun Madura).
Setelah
sekian lama berjalan, sampailah mereka di tepi pantai. Kyai Poleng membuat
sebuah rakit, lalu sang putri di dudukkan di atas rakit dan dihanyutkan ke laut
menuju pulau Madu Oro atau sekarang menjadi pulau Madura. Sebelum berangkat,
Kyai Poleng berpesan kapada sang putri jika ada apa-apa supaya ia menghentakkan
kakinya ke tanah, maka Kyai Poleng akan datang. Selanjutnya rakit berjalan dan
terdamparlah di gunung Gegger.
Suatu
hari sang putri sakit perut dan merasa akan melahirkan, maka sang putri
menghentakkan kakinya ketanah dan datanglah Kyai Poleng. Dengan dibantu Kyai
Poleng, sang putri melahirkan anak laki-laki yang sangt tampan. Dengan rasa
suka cita Putri berkata, “Sang Hyang
Widi, Hamba ucapkan terimakasih atas anugerah yang besar ini. Maka anak ini
hamba beri nama RADEN SAGHARA”. Manusia pertama yang lahir di pulau Madura.
Setelah
raden Saghara lahir, dia diasuh oleh ibunya. Dibantu oleh Kyai Poleng, akhirnya
raden Saghara tumbuh menjadi pemuda yang gagah perkasa dan tampan. Pada suatu
hari di kerajaan Medang Kemulan terjadi peperangan antara kerajaan Medang
Kemulan dengan nageri Cina. Yang menyebabkan timbulnya wabah penyakit aneh di
kerajaan Medang Kemulan. Suatu saat sang prabu mendengar kabar bahwa di pulau
jawa. Tepatnya di pulau Madura ada seorang pemuda yang sakti mandra guna, yang
dapat melawan tentara Cina dan dapat menyembuhkan penyakit aneh tersebut. Maka
diutuslah seorang patih dari kerajaan Medang Kemulan untuk mencari pemuda
tersebut yaitu raden Sagahara.
Setelah utusan prabu Sang Hyang Tunggal tiba di
pulau Madura, ia mencari raden Saghara, dan bertemulah ia dengan raden Saghara
di gunung Gegger. Utusan tersebut menceritakan segala kejadian yang menimpa
kerajaan Medang Kemulan. Ia juga menceritakan bahwa ada seorang pemuda dari
pulau Madura yang dapat membantu kerajaan Medang Kemulan.
Utusan
tersebut meminta raden Saghara untuk menolong kerajaan Medang Kemulan.
Mendengar kabar dari utusan tersebut, raden Saghara menceritakan kepada ibunya
yakni Putri Bendoro Gung. Dan meminta ijin untuk pergi menolong kerajaan Medang
Kemulan. Putri Bendoro Gung akhirnya mengijinkan putranya untuk menolong
kerajaan Medang Kemulan, namun putri Bendoro Gung tidak menceritakan pada
putranya bahwa ia adalah putri dari kerajaan Medang Kemulan dan raden Saghara
adalah cucu dari prabu Sang Hyang Tunggal.
Setelah
itu maka berangkatlah raden Saghara ke kerajaan Medang Kemulan dengan membawa
senjata yang berupa tombak. Sampai di kerajaan Medang Kemulan, raden Saghara berperang
melawan tentara Cina dengan cara ujung tombaknya dihadapkan pada tentara Cina.
Dari ujung tombak itulah, kemudian keluar penyakit sehingga membuat tentara
Cina terkena penyakit dari ujung tombak raden Saghara. Dan seketika tentara
Cina pergi meninggalkan kerajaan Medang Kemulan, dan penyakit aneh yang menimpa
rakyat Medang Kemulan hilang dengan seketika.
Sang
prabu Sang Hyang Tunggal bertemu dengan raden Saghara, dan mengucapkan
terimakasih. Atas rasa terimakasihnya, Ia pun hendak menjodohkan raden Saghara
dengan putrinya (adik Bendoro Gung). Namun raden Saghara meminta ijin untuk
pulang ke pulau Madura, untuk meminta persetujuan dari ibunya. Namun pada saat
itu ibu raden Saghara tidak lagi tinggal di gunung Gegger, akan tetapi ia sudah
pindah ke daerah Nepa di Madura.
Setelah
bertemu dengan ibunya, raden Saghara menceritakan tentang perjodohan tersebut.
Mendengar hal itu, putri Bendoro Gung sangat terkejut dan ia pun memutuskan
untuk menceritakan tentang hal yang terjadi pada putri Bendoro Gung. Ia pun
memberi tahukan bahwa putri yang hendak dijodohkan dengannya adalah bibinya
sendiri, dan prabu Sang Hyang Tunggal adalah kakeknya sendiri.
Setelah
menceritakan hal tersebut putri Bendoro Gung dan raden Saghara menangis dan
berpelukan, serta pada saat itu pula mereka menghilang tanpa jejak. Konon
menurut ceritanya kerajaan yang ada di Nepa merupakan bekas peninggalan dari
putri Bendoro Gung dan Raden Saghara. Serta semua prajuritnya berubah menjadi
monyet. Menurut cerita rakyat setempat, orang-orang yang mempunyai ilmu
keimanan yang tinggi, dapat melihat sosok raden Saghara yang gagah dengan
disertai pakaian perang yang dilapisi dengan kilaun emas.
sedih bgt dan suka critanya
ReplyDelete