Selama ini, bahasa Madura memang tidak mengenal bunyi /w/. Kebanyakan bentuk serapan diadaptasi dengan /b/. Wajan menjadi bâjhân, sawah menjadi sâbâ, kawat menjadi kabâ’ dan masih banyak yang lain. Kenyataan ini membuat kita yakin bahwa Madura tidak memiliki fon /w/ kecuali serapan dari bahasa lain. Hal ini juga dinyatakan oleh Davies (2010: 20).
Namun, saat diingat-ingat, ada beberapa kata asli yang benar-benar asli dari bahasa Madura, beberapa kata yang berasal dari tiruan bunyi. Kata-kata tersebut antara lain
wâng-ghuwâng ‘kumbang tahi’ dan wek-kuwek ‘sejenis burung yang keluar malam hari’ dan wè-rowè ‘tonggeret’.
wâng-ghuwâng ‘kumbang tahi’ dan wek-kuwek ‘sejenis burung yang keluar malam hari’ dan wè-rowè ‘tonggeret’.
Setelah dianalisis ada beberapa alasan yang memungkinkan bunyi ini. Bunyi /w/ tersebut dipengaruhi secara oleh bahasa Arab. Pendapat ini diambil mengingat semua bunyi /w/ yang diserap dari bahasa Jawa dan Indonesia diadaptasi menjadi /b/. Bunyi /w/ hanya ditemukan dari serapan bahasa arab, misalnya wâs-wâs dan wâjib.
Pengaruh ini mungkin muncul karena setelah belajar tulisan arab untuk membaca al-Quran, orang Madura mengenal bunyi /w/. Kemudian bunyi /w/ ini diterapkan pada hewan-hewan yang namanya tidak dikenal namanya. Hewan-hewan tersebut kemudian diberi nama berdasarkan tiruan bunyinya.
Daftar Pustaka
Davies, William D. 2010. A Grammar of Madurese. Berlin: De Gruyter Mouton
Comments
Post a Comment